Selasa, 12 Maret 2013

Pelayanan gawat darurat (emergency care) UGD



Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (emergency Unit. Tergantung dari kemampuan yang dimilki, keberadaan UGD tersebut dapat beraneka macam. 


Kegiatan 

Kegiatan yang menjadi tanggung iawab UGD banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962): 
  1. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat Bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, namun sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh mendapatkan pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan.
  2. Menyelenggarakan pelayanan penyeringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif.
  3. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Menampung serta menjawab semua pertanyaan semua anggota masyarakat tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Masalah
Sama halnya dengan berbagai unit pelayanan kedokteran lainnya, mengelola UGD tidak semudah yang diperkirakan. Akan banyak masalah yang ditemukan yang jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: 

1. Masalah pembiayaan
Masalah pertam ayang ditemukan adalah kesulitan pebiayaan dalam megelola UGD. Terdapat dua faktor utama yangberperan, pertama, karena biaya pegelolaan UGD memang besar. Kedua, karena pendapatan UGD tidak pernah bias dijamin.

2. Masalah beban kerja
Perbedaan pengertian keadaan gawat darurat antara pasien dengan petugas kesehatan, menyebabkan pelayanan UGD sering dimanfaatkan oleh mereka yang sebenarnya kurang membutuhkan. Hal ini berakibat atas banyaknya jumlah pengunjung rawat jalan akan berkurang. Dampaknya akan terlihat pada menurunnya pendapatan.

Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin meningkatnya angka kunjungan penderita ke UGD. Selain karena perbedaan pengertian keadaan gawat darurat , juga kerana factor-faktor sebagai berkut:
  1. Tidak tersedianya berbagai sarana kesehatan lain yang setiapo sat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan rawat jalan, terutama pada hari-hari libur.
  2. Makin banyak dokter yang lebih senang merujuk penderita ke UGD dari pada melakukan tindakan medis di tempat praktek pribadi.
  3. Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dlu ke dokter atau ke klinik, karena menurut penilaian mereka dokter atau klinik juga nantinya akan merujuk mereka.
  4. Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya menanggung biaya perawatan rawat jalan apabila diselenggarakan oleh UGD.
Upaya penyelesaian masalah
Untuk mengatasi berbagai masalah pelayanan gawat daurat ada beberapa upaya penyelesaian yang dapat dilaksanakan. Upaya-upaya yang dimaksud antara lain:
  1. Meningkatnya pendidikan kesehatan masyarakat, sehingga di satu pohak pemahaman masyarakat tentang pelayanan gawat darurat dapat ditingkatkan, di pihak lain kemampuan masyarakat dalam meanggulangi maalah-masalah kesehatan sederhana dapat ditingkatkan.
  2. Menambah jumlh sarana kesehatan yang bertangguang jawab menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, termasuk pelayanan pertolongan pertama .
  3. Menggalakkan program asuransi kesehata, terutama yang menganut sisten pembayaran pra-upaya (pre-payment system).  sumber :

Patah tulang tak perlu disambung



Menurut keterangan ahli tulang dari Halimun Medical Centre, Dr. H Briliantono M Soenarwo SpOT, FICS, MD, PhD, MBA, memilih metode tradisional seperti bengkel tulang secara medis sebenarnya masih terbilang aman, selama kasus yang ditangani masih bersifat ringan atasu sederhana.
“Tergantung dari seberapa parah cedera tulang tersebut. Ini juga berhubungan pula dengan tingkat risikonya. Jika masih terbilang ringan, tentunya tindakan dan penanganannya juga ringan dan tidak terlalu berisiko.  Tetapi jika kasusnya sudah berat, mereka biasanya akan merekomendasikan pasien untuk dibawa ke rumah sakit,” ungkap Dr Briliantono kepada Kompas.com di sela-sela peluncuran produk susu kalsium di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis (24/1).
Ia menambahkan, prinsip dan tujuan pengobatan patah tulang tulang sebenarnya sederhana yakni untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya.
“Kehadiran tempau urut atau bengkel tulang tradisional yang memiliki izin justru sebenarnya sangat membantu. Mereka juga perlu terus dibina dengan cara kegiatan pelatihan mengenai kesehatan tulang” ungkapnya.
Briliantono menjelaskan pula bahwa tulang sebenarnya tidak perlu disambung dengan metode tertentu.  “Kalau patah, tulang tidak perlu disambung karena akan menyambung dengan sendirinya,” imbuhnya.
Namun begitu, lanjutnya, penyembuhan akan sangat  tergantung pada faktor usia. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.Setelah sembuh, tulang pun biasanya kuat dan kembali berfungsi.
“Semakin tua, semakin lama sembuhnya karena dipengaruhi oleh kemampuan remodeling tulang atau penyerapan dan pembentukan kembali sel-sel tulang baru,” tandasnya.

Sumber:
dari: http://www.halimun-medical.com/artikel/patah-tulang-tak-perlu-disambung

Perawatan Pasien yang Kurang Tepat Sering Terjadi di ICU


Adelia Ratnadita - detikHealth 


Jakarta, Survei terhadap perawat dan dokter di unit perawatan intensif (ICU) di Eropa dan Israel menunjukkan bahwa persepsi tidak tepat seringkali terjadi pada perawatan di ICU. Persepsi pemahaman gejala pasien yang tidak tepat tersebut seringkali menyebabkan perawatan yang kurang tepat.

Perawatan yang tidak tepat tersebut seringkali adalah intensitas kelebihan perawatan untuk pasien. Persepsi pemahaman gejala pasien yang tidak tepat terkait dengan komunikasi yang tidak memadai, dan otonomi pekerjaan. Hal tersebut berdasarkan sebuah hasil studi yang telah diterbitkan dalam JAMA edisi Desember 2011.

"Dokter merasakan perawatan yang mereka berikan kurang tepat ketika mereka merasa bahwa tidak sesuai atau bertentangan dengan keyakinan pribadi dan atau pengetahuan profesional mereka. Praktisi medis di ICU mungkin kadang memiliki persepsi pemahaman gejala pasien yang kurang tepat akibat kelelahan. Situasi ini dapat membahayakan kualitas perawatan pasien," kata para peneliti seperti dilasnir dari MedicalNewsToday, Jumat (6/1/2012).

Ruth D. Piers, MD, dari Rumah Sakit Universitas Ghent, Gent, Belgia, dan timnya memutuskan untuk menentukan prevalensi dan karakteristik ketidaksesuaian yang dirasakan dari perawatan pada dokter di ICU.

Para peneliti telah melakukan survei pada 1.953 perawat dan dokter di ICU di 9 negara Eropa termasuk Israel. Survei ini meliputi pertanyaan tentang ketidaktepatan perawatan seperti yang didefinisikan dalam situasi perawatan pasien tertentu di mana dokter bertindak dalam cara yang bertentangan dengan keyakinan pribadi dan profesionalnya.

Dari 1.651 dokter yang menjawab, 439 atau 27 persen melaporkan telah merasakan ketidaktepatan perawatan pada setidaknya 1 pasien. Sedangkan dari 1.218 perawat, 300 atau 25 persen yang melaporkan merasakan ketidaktepatan perawatan.

Sekitar 132 atau 32 persen dari 407 dokter yang memberikan perawatan ICU juga melaporkan merasakan ketidaktepatan perawatan pada setidaknya 1 pasien mereka.

Alasan yang paling sering dilaporkan untuk mengenai ketidaktepatan perawatan yang dilaporkan oleh 65 persen dirasakan sebagai perawatan yang tidak proporsional. Dengan sekitar 89 persen mempersepsikan sebagai perawatan yang berlebihan dan 11 persen sebagai perawatan yang tidak krang memadai.

Sekitar 38 persen merasa bahwa perawatan ICU akan lebih bermanfaat bagi pasien lain daripada pasien yang saat itu sedang menerima perawatan di ICU. Dokter yang merasa distribusi pasien yang kurang tepat secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan perawat.

"Kesimpulannya, ketidaktepatan perawatan yang dirasakan adalah secara signifikan umum di antara perawat dan dokter di ICU. Alasan utama untuk ketidaktepatan perawatan yang dilaporkan adalah mengenai ketidaksesuaian perawatan antara tingkat perawatan dan hasil yang diharapkan oleh pasien. Ketidaksesuaian perawatan tersebut biasanya dalam arah intensitas berlebihan dari perawatan. Perawatan di ICU memerlukan evaluasi, untuk meningkatkan komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien," kata para peneliti.

Hasil penelitian tersebut sangat bermanfaat untuk memberikan masukan pada praktisi medis di ICU untuk melakukan evaluasi terhadap perawatan yang selama ini telah diberikan pada pasien. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien di ICU.

sumber :
http://health.detik.com/read/2012/01/06/113432/1808381/763/perawatan-pasien-yang-kurang-tepat-sering-terjadi-di-icu?l771108bcj